“Saya ingin diampuni Allah,” kata Abu Bakar menyambut turunnya ayat: “Dan
janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara
kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi kepada kaum kerabat,
orang-orang miskin dan para Muhajirin pada jalan Allah dan hendaklah
mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tak ingin Allah
mengampuni kamu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 24: 22)
Ayat di atas, menjadi teguran untuk Abu Bakar. Ia memang pernah
bersumpah untuk tak memberikan bantuan kepada Misthah yang selama ini
kerap ditolongnya. Sebenarnya, Misthah masih termasuk keluarga Abu
Bakar, yaitu putra saudara perempuan ayahnya. Namun demikian, Abu Bakar
sangat marah kepadanya, karena Misthah ikut menyebarkan kabar bohong
menyangkut ‘Aisyah, putrinya dan sekaligus istri Nabi Saw. Kabar yang
disebarkan Misthah itu bisa menghancurkan nama baik keluarga Abu Bakar.
Mendengar kabar itu, Nabi Saw pun gundah dan bimbang. Beliau
mencari-cari informasi tentang kabar tersebut. Kegundahan Nabi reda
setelah turun beberapa ayat dalam Surah an-Nur (24) yang menjelaskan
kebohongan berita itu. Setelah jelas status kabar itu, orang-orang
mencari sumber beritanya. Tersebutlah Misthah menjadi salah satu
penyebarnya. Karena itu Abu Bakar marah dan keluarlah sumpah itu.
Dalam ayat di atas, Allah menegur Abu Bakar dan semua orang yang
mempunyai kelebihan agar memberi bantuan kepada orang-orang yang miskin,
kaum Muhajirin (orang yang pindah dari Mekah menuju ke Madinah atau
tempat yang lain) dan kepada siapa saja memerlukan uluran tangan.
Janganlah mereka bersumpah untuk tidak memberi bantuan karena orang yang
bersangkutan pernah melakukan kesalahan atau karena ketersinggungan
pribadi. Hendaknya, orang yang berkelebihan itu berhati besar dan
sebaiknya mereka memaafkan dan berlapang dada.
Mendengar ayat tersebut, Abu Bakar memaafkan Misthah, ia membatalkan
sumpahnya, dan melanjutkan bantuannya kepada Misthah, sebagaimana
sediakala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar